-
Mahatma Gandhi -
Nenek
Penjual Sapu
Seorang teman menceritakan
kekagumannya pada seorang nenek yang mangkal di depan Pasar Godean,
Sleman, Yogyakarta. Ketika itu hari Minggu, saat dia dan keluarganya
hendak pulang usai silaturahim bersama kerabat, mereka melewati Pasar
Godean.
Ibu dan teman saya tergoda
membeli ayam goreng di depan pasar untuk sajian makan malam.
Kebetulan hari mulai gelap. Di samping warung ayam goreng tersebut
ada seorang nenek berpakaian lusuh bak pengemis, duduk bersimpuh
tanpa alas, sambil merangkul tiga ikat sapu ijuk. Keadaannya terlihat
payah, lemah, dan tak berdaya. Setelah membayar ayam goreng, ibu
teman saya bermaksud memberi Rp. 1000,- karena iba dan menganggap
nenek tadi pengemis. Saat menyodorkan lembaran uang tadi, tidak
diduga si nenek malah menunduk kecewa dan menggeleng pelan. Sekali
lagi diberi uang, sekali lagi nenek itu menolak.
Penjual ayam goreng yang
kebetulan melihat kejadian itu kemudian menjelaskan bahwa nenek itu
bukanlah pengemis, melainkan penjual sapu ijuk. Paham akan maksud
keberadaan sang nenek yang sebenarnya, ibu teman saya akhirnya
memutuskan membeli tiga sapunya yang berharga Rp. 1.500,- per ikat.
Meskipun ijuknya jarang-jarang dan tidak bagus, ikatannya pun
longgar.
Menerima uang Rp. 5.000,- si
nenek tampak ngedumel sendiri. Ternyata dia tidak punya uang
kembalian.
"Ambil saja uang
kembaliannya,", kata ibu teman saya. Namun, si nenek ngotot
untuk mencari uang kembalian Rp. 500,-. Dia lalu bangkit dan dengan
susah payah menukar uang di warung terdekat.
Ibu teman saya terpaku melihat
polah sang nenek. Sesampainya di mobil, ia
masih terus berpikir, bagaimana mungkin di zaman sekarang masih ada
orang yang begitu jujur, mandiri, dan mempunyai harga diri yang
begitu tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar