Bismillahirrahmanirrahim,
mudah-mudahan kisah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dan
saya pribadi pada khususnya.
Ceritanya
pada tanggal 18 Mei 2012, saya dan istri berdua berangkat ke tanah
suci untuk menunaikan ibadah umrah. Dengan perjalanan selama 9 hari
dari tanggal 17 mei sampai dengan 25 mei 2012. Rute yang ditempuh
adalah di Madinah selama 3 hari dan di Makah 4 hari, sisa 2 hari
adalah perjalanan dari Indonesia - Saudi Arabia PP.
Pada
saat di Madinah Al Munawarah, saya dan istri setiap shalat di Masjid
Nabawi merasakan (Subhanallah) sejuk sekali hawa di sekitar masjid
Nabawi ini. Ibadahpun terasa sangat khusyuk sampai-sampai tidak
terasa menjelang hari ke-3 di Madinah. Saya kemudian berkata dalam
hati saya, “Indah sekali beribadah disini, tapi bagaimana nanti
ketika saya balik ke tanah air? Apakah nanti saya akan kembali ke
habitat ibadah saya yang dulu?”. (Sebelum ke tanah suci saya lebih
menyukai sholat sendiri dibanding berjamaah, saya sering
menunda-nunda shalat karena urusan pekerjaan, dan terakhir sebelum ke
tanah suci pula ada permasalahan di pekerjaan saya). Maka kemudian
saya berdoa di dalam hati “Ya Allah berikanlah saya suatu ilmu dan
kebijaksanaan yang akan memperbaiki diri saya kelak apabila kembali
ke Indonesia”. Saya terus menerus berdoa seperti itu bahkan ketika
dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah. Saya ingin suasana sejuk,
damai dan khusyuk yang saya rasakan di Madinah akan berlangsung terus
menerus dalam hidup saya.
Singkat
cerita sampailah kami di Makkah Al Mukkarramah pada hari Ahad Tanggal
20 Mei pukul 11 malam waktu setempat. Pimpinan rombongan dan ustadz
pendamping bersepakat bahwa kita langsung akan melaksanakan ibadah
umrah malam itu juga (setelah sebelumnya mengambil miqot di bir ali)
supaya niat dan ihram kita tetap terjaga.
Maka
setelah kita menaruh barang-barang di kamar langsung kita menunaikan
ibadah umrah. Kebetulan saya beserta istri serta ada satu keluarga
lagi terpisah hotelnya dengan rombongan yang lain. Kebetulan juga
ketika turun dari bus tas kecil saya (berisi dompet, ID card, dan hp)
tertinggal di bus sehingga disimpankan oleh ketua rombongan. Maka
berangkatlah kami ke Masjidil Haram bersama-sama rombongan, kita
janjian bertemu di bawah jam kecil dari pintu masuk King Abdul Aziz.
Setelah semua berkumpul kita sama-sama melakukan prosesi ibadah umrah
di Masjidil Haram.
Alhamdulillah
semua proses berjalan dengan lancar dari awal sampai akhir. Waktu
menunjukkan jam 3 pagi waktu setempat ketika itu, kemudian saya dan
istri sepakat untuk langsung melakukan shalat sunnah di Hijir Ismail.
Sampai pada saat shalat selesai saya masih melihat istri saya. Tapi
saat saya hendak beranjak pergi, saat itulah saya kehilangan jejaknya
sampai tiba waktu Subuh. Subhanallah
Selesai
shalat Subuh saya berinisiatif untuk menunggu dibawah Jam Raksasa
Makkah, dari selesai subuh hingga pukul 6 saya menunggu namun tidak
nampak jua muka istri saya (yang pada saat itu ternyata sudah kembali
ke hotel). Maka setelah menunggu itu saya berinisiatif untuk menuju
hotel. Perjalanan ke hotel saya lupa-lupa ingat (karena tiba semalam
jam 11, sebentar kemudian langsung ke Masjidil Haram), sampai di
hotel tersebut ketika mau masuk lift hotel, Subhanallah, saya lupa
nomor kamar saya. Maka saya ke resepsionis hotel untuk menanyakan
nomor kamar atas nama saya. Subhanallah, ternyata tidak ada kamar
beratas nama saya! Kemudian saya bertanya beratas nama agen umrah
tersebut / pimpinan rombongan juga tidak ada nama itu! Maka paniklah
saya.
Ditengah
kepanikan itu saya bolak-balik ke Hotel - Masjidil Haram, saya masuk
lagi ke Masjidil Haram, tawaf, dan shalat sunnah, dengan harapan
segera bertemu istri/rombongan saya, tapi ternyata setelah keluar
saya mengelilingi masjidil haram kemudian hingga ke hotel lagi saya
belum bertemu istri saya juga. Saya kembali menemui resepsionis,
berharap bantuannya, namun ternyata saya malahan diusir. Subhanallah,
kondisi saya saat itu bingung sekali cuma 2 kain ihram yang menemani
(karena hp, dompet, dan ID card masih dibawa ketua rombongan). Saya
sempat juga bertemu dengan rombongan lain dari Indonesia juga yang
kebetulan menginap di hotel tersebut, ustadzahnya bahkan sampai
membantu saya untuk menanyakan ke resepsionis tersebut (kebetulan
beliau bisa berbahasa arab). Tapi lagi-lagi dibilang tidak ada. Sang
resepsionis bahkan sempat berkata dalam bahasa inggris “Pray to
Allah”.
Lemaslah
saya, namun saya belum menyerah, saya teringat bahwa sebagian besar
rombongan saya yang lain menginap di hotel yang melewati pasar. Maka
saya tekadkanlah saya menuju arah pasar tersebut. Tapi sejurus
kemudian, bingunglah saya ketika menemui jalan tersebut karena tidak
nampaklah hotel tersebut ataupun salah seorang dari rombongan saya.
Dengan lemas sayapun kembali lagi ke hotel.
Ketika
kembali ke hotel saya tidak lagi menjumpai sang resepsionis, karena
toh pasti akan ditolakkan kembali olehnya. Jadi saya duduk di lobby,
disana saya menjumpai rombongan umrah yang tadi sempat membantu saya
untuk bertanya kepada sang resepsionis. Sikap hati saya ketika itu
saya sudah pasrah, nah
ketika itu pula saya meminta didoakan
kepada rombongan Indonesia tersebut, “Mohon doanya supaya
saya dapat bertemu istri/rombongan saya”. Oleh rombongan tersebut
saya dianjurkan untuk menuju ke satu
tujuan/tempat yaitu dibawah Jam Raksasa
Makkah. Mereka (hampir semua berkata) “Akan kita doakan pak!”
atau yang lain “InsyaAllah bertemu!”.
Saya
seketika itu turun dari lift dan menuju jam raksasa, persis dibawah
jam tersebut saya bertemu istri saya! Subhanallah, Maha Besar dan
Maha Suci Allah. Perasaan haru, sedih, tegang saya bertanya kepada
istri kemanakah dia selama saya hilang. Ternyata dia juga
mencari-cari saya berkeliling masjidil haram, setelah mendapati diri
saya tidak jua kembali ke kamar hotel. Jadi selama tiga jam tersebut,
dari pukul 6 sampai pukul 8 waktu Makkah kita saling mencari-cari
namun tidak bertemu, Subhanallah!
Saya
kemudian instrospeksi diri setelah itu. Tiba-tiba saya teringat
dengan doa saya selama dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah, yaitu
“Ya Allah berikanlah saya suatu ilmu dan
kebijaksanaan yang akan memperbaiki diri saya kelak apabila kembali
ke Indonesia”. Subhanallah saya merasa
diberi ilmu Sabar dan Tawadhu (rendah hati) oleh Allah SWT secara
praktek lapangan langsung. Saya baru menyadari arti kata Sabar dan
Tawadhu yang sebenar-benarnya, sikap yang
ketika sikap kita benar, maka pertolongan Allah SWT datang.
Ternyata sikap Sabar dan Tawadhu (rendah hati) yang saya pelajari
langsung itu adalah :
1.
Pasrah
Saya
sudah sepenuhnya Pasrah ke Allah,
menyerahkan urusan saya, saking pasrahnya sampai tidak terpikir lagi
akan berbuat apa. Pasrah yang tidak lagi mengandalkan akal/fikiran,
orang lain, atau hal-hal yang lain yang (tadinya) membuat saya yakin
segera menemukan istri/rombongan saya.
2.
Minta didoakan oleh orang-orang saleh / sesama muslim
Meminta
didoakan oleh rombongan tersebut, dengan sikap yang benar-benar
rendah hati, yaitu sampai tidak peduli lagi bagaimana reaksi orang
ketika saya minta didoakan (apakah akan mencemooh saya bodoh atau
yang lain sebagainya)
3.
Menuju ke suatu tujuan/tempat
Kita
perlu bergerak menuju suatu tujuan/tempat untuk menggapai hasil yang
diinginkan. Tidak bimbang menuju ke suatu tujuan tersebut Subhanallah
itulah hikmah terbesar dari hilang selama 3 jam, ternyata ketika
sikap hati sudah benar,
maka ternyata pertolongan Allah seketika itu datang dan saya langsung
bertemu istri saya.
Hikmah
lain yang saya dapat :
1.
Bahwa kita tidak boleh sombong dengan melupakan hal-hal kecil seperti
mencatat nomor kamar, kemudian bertanya nama penginapan, janganlah
pernah meninggalkan ID Card (selalu pasang di badan) karena disitu
ada nomor kontak yang bisa dihubungi. Subhanallah saya juga membaca
di internet mengenai hikmah hilang ataupun tersesat di Makkah,
rata-rata diakibatkan oleh sikap sombong. Ada yang hilang hingga
berhari-hari, bahkan ada yang hilang sedari berangkat umrah dan baru
bertemu saat akan kembali ke Indonesia.
2.
Sikap hati tersebut harus bersama-sama ada dalam diri kita, tidak
cukup salah satunya, karena sebelumnya sayapun pernah menunggu di Jam
Raksasa Makkah tersebut namun tidak disertai rasa pasrah, ketika saya
mencari di dalam Masjidil Haram saya sudah pasrah namun tidak meminta
doa dari teman muslim yang lain.
Apa
yang saya alami ini InsyaAllah akan selalu saya ceritakan ke orang
lain, dengan harapan mudah-mudahan orang lain mendapat hikmah dari
peristiwa yang saya alami ini. Aamiin Ya Rabbal ‘alamin


Tidak ada komentar:
Posting Komentar